Kamis, 04 April 2013

Parameter Kimia 1


I. PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Perairan umum adalah bagian permukaan bumi yang secara permanen atau berkala digenangi oleh air, baik air tawar, air payau maupun air laut, mulai dari garis pasang surut terendah ke arah daratan dan badan air tersebut terbentuk secara alami ataupun buatan. Perairan umum tersebut diantaranya adalah sungai, danau, waduk, rawa, goba, genangan air lainnya (telaga, kolong-kolong dan legokan).
Waduk atau danau buatan adalah genangan air yang terbentuk karena pembendungan aliran sungai oleh manusia. Perairan waduk umumnya mempunyai kedalaman dan luas permukaan berfluktuasi kecil. Fluktuasi tersebut sangat ditentukan oleh fungsi waduk yaitu sebagai pembangkit tenaga listrik, pengendali banjir, pengairan, MCK, kegiatan budidaya ikan, rekreasi dan perikanan.
Dengan terbentuknya perairan waduk maka kegiatan perikanan menjadi mata pencaharian pokok maupun mata pencaharian sambilan bagi penduduk disekitar waduk yang kehilangan lahan usaha akibat pembenduangan waduk. Usaha perikanan.
Air merupakan sumber daya alam yang memiliki manfaat bagi keberlangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Sungai merupakan tempat dan wadah serta jaringan pengaliran air dari mata air sampai ke muara (Suharti, 2004).

 Salah satu metode umum dalam peramalan debit air sungai adalah dengan menggunakan analisis time series berdasarkan data masa lalu yang relevan. Seiring berkembangnya pengetahuan, analisis time series mengalami perubahan dalam dekade terakhir. Meskipun demikian, masih terdapat aplikasi-aplikasi dimana estimasinya akurat untuk digunakan dalam analisis time series, seperti model Autoregressive Moving Average (ARMA). (Mohammadi, 2006).
Selanjutnya Sihotang (1989) mengemukakan, waduk adalah bentuk perairan yang terletak diantara perairan sungai dan danau. Setiap waduk mempunyai morfologi yang unik, oleh karena itu tidak dapat digeneralisasikan antara satu waduk dengan waduk yang lain karena di waduk terdapat perbedaan yang menyolok antara lotik dan lentik.
            Menurut Sihotang (1989), ciri khas waduk adalah mempunyai aliran yang searah dari sungai utama. Waktu pergantian air relatif singkat. Perkembangan trofiknya memperlihatkan eutrofik yang akan berubah menjadi oligotrofik. Nutrien yang kaya akan memperlihatkan produktivitas dan setelah pengaliran air yang searah akan membuang nutrien ke sungai di bagian bawah. Menurut Carlo (2001), waduk merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan air sebelum diolah baik untuk air minum ataupun keperluan lain, lazimnya waduk dan danau sebagai tempat penyimpan air dengan kualitas yang baik.
1.2. Tujuan
Tujuan diadakan Praktikum ini adalah untuk mengetahui jumlah oksigen terlarut dan karbondioksida bebas serta alkalinitas  dari waduk.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh adalah mengetahui cara menghitung dan meneliti jumlah oksigen dan karbondioksida bebas serta alkalinitas di suatu perairan khususnya perairan waduk.



II. TINJAUAN PUSTAKA
 

2.1. OKSIGEN TERLARUT (DO)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (SALMIN, 2000).
Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. ODUM (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang
dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organism terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya.
Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relative lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut (WARDOYO, 1978).
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (SWINGLE, 1968). Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (HUET, 1970). KLH  menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (ANONIMOUS, 2004).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobic atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan 23 mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga.
Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya.
Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu :
1. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
MnCI2 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaCI
2 Mn(OH)2 + O2 2 MnO2 + 2 H20
MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2C3 Na2S4O6 + 2 NaI
2. Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah :
Katoda : O2 + 2 H2O + 4_4 HO_
Anoda : Pb + 2 HO_PbO + H20 + 2e_
Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda. Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut.
Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan pembuatan larutan standar kaliumbikromat yang tepat. Dengan mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat.
Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan H+ 24 cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara
DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.
2.2. Karbondioksida (CO2) Bebas
Karbondioksida akan selalu bereaksi dengan air hingga menghasilkan asam karbonat (H2CO3). Sumber utama CO2 dalam perairan dapat berasal dari atmosfir dan hasil respirasi organisme perairan. Udara yang selalu bersentuhan dengan air akan mengakibatkan terjadinya proses difusi CO2 ke dalam air.
Kadar karbondioksida bebas di perairan Danau Maninjau berkisar antara 7,2–8,76 mg/l, dengan kadar rata-rata 7,96 mg/l. Karbondioksida yang terdapat di dalam air merupakan hasil proses difusi CO2 dari udara dan hasil proses respirasi organisme akuatik. Selain itu, CO2 di perairan juga dihasilkan dari penguraian bahan-bahan organik oleh bakteri.  (Saeni, 1989)
Kadar karbondioksida bebas di perairan berkaitan erat dengan bahan organik dan kadar oksigen terlarut (Sastrawijaya, 1991). Peningkatan kadar CO2 diikuti oleh penurunan kadar oksigen terlarut. Karbondioksida akan mempengaruhi proses pernafasan organisme perairan terutama pada kondisi DO < 2 mg/l. Pada kondisi demikian, maka akan terjadi keracunan CO2, sehingga daya serap oksigen oleh hemoglobin akan terganggu yang disebut dengan methemoglobinemia. Keadaan ini dapat mengakibatkan organisme mati lemas karena sesak nafas.
2.3. Alkalinitas
Alkalinitas merupakan penyangga (buffer) perubahan pH air dan indikasikesuburan yang diukur dengan kandungan karbonat. Alkalinitas adalah kapasitasairauntukamenetralkanatambahanaasamatanpaapenurunan nilai pH larutan. Alkalinitas mampu menetralisir keasaman di dalam air. Secara khusus alkalinitassering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan dari ion bikarbonat, dan tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga iontersebut dalam air akanabereaksiadenganaionahydrogenasehinggaamenurunkanakemasaman dan menaikkan pH.
 Alkalinitas optimal pda nilai 90-150 ppm.Alkalinitas rendah diatasi dengan pengapuran dosis 5 ppm. Alkalinitas berperan dalam menentukan kemampuan air untuk mendukung pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini dikarenakan :
1. Pengaruh system buffer dari alkalinitas;
2. alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organic.
Sehingga alkalinitas diukur sebagai factor kesuburan air. (Hidayat, 2009)










III. BAHAN DAN METODE
 

3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakasanakan pada hari Rabu tanggal 9  November  2011 pada pukul 10. 00 WIB di Laboratorium Limnologi dan mengambil data di Waduk Faperika Universitas Riau.

3.2. Bahan dan alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah  alat tulis, 90 Botol Oksigen atau BOD, Erlemeyer , MnSO4, H2SO4, Na2CO3,

3.3. Metode Praktek
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode Winkler dengan cara tritasi.
3.4.  Prosedur Praktikum
             Dalam kegiatan praktikum ini prosedur yang dilakukan adalah dengan mengukur  lebar waduk dengan tali rafia kemudian mengukur kedalaman waduk. Mencatat tinggi perairan dengan menggunakan 90 north Weir dan hitung waktu dengan menggunakan stopwach.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil yang diperoleh selama praktikum adalah :
Diketahui :  W1 : 2 m              W2 : 1,9 m                  W3 : 1,5 m     
                    D1 : 0,5 m           D2 : 0,4 m                   D3 : 0.35 m
                        T : 32 detik      H : 0,59 m       L : 1,5 m          A : 0,8
Ditanya  : a. Debit air ?
                 b. hasil mengunakan 90 north weir ?
Jawaban : a. Debit air
                        R := WDAL/ T
                        R = 1,8 m x 0,42 m x 0,8 x 1,5 m / 32 detik
                            = 0,03 m3/s
                 b. 90 north weir
                        Q = 2,5 H5/2
                            = 2,5 x 0,59 5/2
                            = 1,3 m3/s
4.2. Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan bahwa nilai debit air di waduk fakultas perikanan dan ilmu kelautan adalah 0,03 m3/s dan nilai weir dengan menggunakan 90 north weir adalah 1,3 m3/s.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN
 

5.1. Kesimpulan
            Dari pangamatan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa nilai debit air di waduk fakultas perikanan dan ilmu kelautan adalah 0,03 m3/s dan nilai weir dengan menggunakan 90 north weir adalah 1,3 m3/s.

5.2. Saran
Untuk lebih memahami materi sekaligus cara kerja dari setiap praktikan maka diharapkan agar memahami materi yang akan diujikan terlebih dahulu.











DAFTAR PUSTAKA
 

Bishop, J.E. 1973. Limnologi of Small Malaya River Gombak. Dr. W. Junk. V.B. Publisher the Hague. 205p.
Carlo, N., 2001. Efek Pengudaraan terhadap Kualitas Air Waduk Tropika. Jurnal Lembaga PenelitianUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta. 3 (1): 1 – 7.
Dahril, T., 1998. Reformasi di Bidang Perikanan Menuju Perikanan Indonesia Yang Tangguh Abad ke-21, hal 25-34. Dalam Feliatra (editor) Strategi Pembangunan Perikanan dan Kelautan Nasional Dalam Meningkatkan Devisa Negara. Universitas Riau Press, Pekanbaru.
Edmonson, W. T., 1958. Fresh Water Biology. 2 nd. John Wiley and Sons, inc New York.
Ilyas. S, H. Atmadja, S.K. Endi, P. Kunto dan S. Sisi, 1989. Petunjuk Teknis Pengelolaan Perairan Waduk bagi Pembangunan Perikanan. Dirjen Perikanan, Jakarta. 19 hal. 
Jorgensen, S.E., 1980. Lake Management. Pergaman Press. Oxford. 167 hal.
Nontji. A, 1981. Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Dinamika Kelimpahan Phytoplankton. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 25 halaman. (tidak diterbitkan).
Sihotang, C.,  1989. Limnologi I. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 33 hal. (tidak diterbitkan).
Todd, D. K., 1980. Groundwater hydrology, John Wiley & Sons, Inc., 2nd edition, New York
Triatmodjo. B., 1996, Hidraulika I. Beta offset. Yogyakarta.
ANONIMOUS. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. No. 5 1 Tahun  2004. Tentang : Baku Mutu Air Laut. 2004. 11 hal.
Hidayat,aA.a2009.AsiditasadanaAlkalinitasa http://environmentalaua.blogspot.com/2009/04/asiditas-dan-alkalinitas.htmlDiakses tanggal 19 Oktober 2009.
HUET, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in Water Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167 pp.
JONES, H.R.E. 1964. Fish and River Pollution. Buther Worth. London : 203 pp.
ODUM, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125 pp.
PESCOD, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for
Tropical Countries. A.I.T. Bangkok, 59 pp
SALMIN. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S. Hadi Riyono, eds.) P3O - LIPI hal 42 - 46
SAWYER, C.N and P.L., MC CARTY, 1978. Chemistry for Environmental Engineering. 3rd ed. Mc Graw Hill Kogakusha Ltd.: 405 - 486 pp.
SWINGLE, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond Muds. F.A.O. Fish, Rep. 44, 4 , 379 - 406 pp.
WARDOYO, S.T.H. 1978. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan
Perikanan. Dalam : Prosiding Seminar Pengendalian Pencemaran Air. (eds Dirjen Pengairan Dep. PU.), hal 293-300.
WIROSARJONO, S. 1974. Masalah-masalah yang dihadapi dalam penyusunan criteria kualitas air guna berbagai peruntukan. PPMKL-DKI Jaya, Seminar Pengelolaan Sumber Daya Air. , eds. Lembaga Ekologi UNPAD. Bandung, 27 - 29 Maret 1974, hal 9 - 15

0 komentar:

Posting Komentar