Rabu, 16 Mei 2012

Pergerakan sirip-sirip Ikan


I.       PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang.
Ikan adalah binatang yang bertulang belakang, yang berdarah dingin, hidup dalam lingkungan air, gerakan dan keseimbangan badannya terutama menggunakan sirip dan bernafas dengan insang. (Tim Iktiologi, 1989).
Menurut Djajasewaka (1990) bahwa factor yang mempengaruhi jumlah makanan yang dimakan oleh ikan antara lain ukuran ikan, kualitas air, suhu, frekuensi pemberian pakan, jumlah makan yang diberikan pada hari sebelumnya dan aroma makanan. Selanjutnya Hepher (1990) melaporkan bahwa factor yang mempengaruhi jumlah makanan yang dimakan oleh ikan antara lain : spesies ikan, aktifitas fisiologis, feeding habits, temperatur air, konsentrasi oksigen dan komposisi bahan makanan.
Cara ikan mengambil/mendapatkan makanan dari alam lingkungan disekitarnya sangat bervariasi yaitu tergantung kepada ukuran/umur ikan, spesies ikan dan sifat ikannya. Karena ada beberapa jenis ikan dalam mendapatkan makanan berupaya memburu mangsa, mencari makanannya dan ada juga dengan cara menghisap dan menyaring makanan. (Pulungan et al, 2007)
Gus dan Laudecia (Dalam Basri, 1997) menyatakan bahwa makanan berfungsi sebagai sumber energy yang antara lain digunakan untuk memelihara tubuh, pergantian jaringan tubuh yang rusak, pertumbuhan, aktifitas, dan kelebihan makanan tersebut digunakan untuk reproduksi.
 
I.2. Tujuan dan Manfaat.
Tujuan dari praktikum ini adalah mengamati pergerakan sirip-sirip ikan, serta untuk mempelajari cara beberapa jenis ikan mengambil makanan dan kecepatan kemampuan saluran pencernaan menghancurkan jenis makanan yang dimakan.
            Sedangkan manfaat dari praktikum ini adalah dapat mengetahui aktivitas pergerakan dari masing-masing sirip pada saat kondisi ikan uji melakukan arah pergerakan yang berbeda-beda, dapat mengetahui cara ikan mengambil makanannya, serta mengetahui kecepatan kemampuan saluran pencernaan menghancurkan jenis makanan yang dimakannya.


                                        



II. TINJAUAN PUSTAKA




Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius sutchi)

            Klasifikasi ikan patin (Pangasius sutchi) menurut Saanin (1984) diacu dalam Subagja (2009) adalah sebagai berikut: Ordo Ostariophyri,  Subordo Siluroide, Famili Pangasidae,  Genus Pangasius dan Spesies Pangasius sutchi.
            Ikan patin (Pangasius sp) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupaka ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Anonim 2006 diacu dalam Subagja 2009). Morfologi ikan patin (Pangasius sp) mempunyai badan memanjang dan pipih, posisi mulut sub terminal dengan 4 buah sungut. Sirip punggung berduri dan bersirip tambahan serta terdapat sirip lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor. Bentuk sirip tersebut agak bercagak dengan bagian tepi berwarna putih dan garis hitam di tengah. Ikan ini mempunyai panjang maksimum 150 cm (Subagja 2009).
            Ikan patin sangat toleransi terhadap derajat keasaman (pH) air. Artinya, ikan ini dapat bertahan hidup pada kisaran pH air yang lebar, dari perairan yang agak asam (pH 5) sampai perairan yang basa (pH 9) (Subagja 2009). Kandungan oksigen terlarut yang dibutuhkan bagi kehidupan ikan patin adalah berkisar antara 3-6 ppm, sementara karbondioksida yang bias ditolerir berkisar antara 9-20 ppm, dengan alkalinitas antara 80-250 (Subagja 2009).Suhu air media pemeliharaan yang optimal berada dalam kisaran 28-30°C (Khairuman dan Suhenda 2002 diacu dalam Subagja 2009).
            Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang cukup dikenal di Indonesia, serta memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ikan patin banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan  pempek, nugget, dan produk olahan perikanan lainnya. Rasa dagingnya lezat dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat.  Daging ikan patin memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas, enak, lezat, dan gurih. Ikan patin dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging ternak Protein daging ikan patin cukup tinggi yaitu 16,58%. Daging ikan patin tebal dan tidak banyak duri, dari berat ikan rendemennya dapat mencapai sekitar 40-50%. (Anonim 2009). Data produksi ikan patin pada tahun 2005 sebesar 32.575 ton, pada tahun 2006 sebesar 31.490 ton, pada tahun 2007 sebesar 36.260 ton, dan pada tahun 2008 sebesar 51.000 ton. (Kompas 13 April 2008 diacu dalam Ferinaldy 2009).
            Saluran percernaan ikan buas (carnivore) biasanya lebih pendek dari pada saluran pencernaan ikan vegetaris (herbivore), sebab bahan nabati lebih sukar dicerna denga adanya dinding selulosa. Pada ikan buas (carnivore), saluran percernaannya hanya sepanjang tubuhnya saja. Sedangkan pada ikan vegetaris (herbivore) dapat mencapai tiga panjang tubuhnya (Mujiman,1984).
            Tubifex sp pada umumnya berukuran 1-2,4 cm (Khairuman dan Amri, 2002). Menurut Bachtiar (2005) Tubifex sp memiliki panjang tubuh 10-30 mm. tubifex sp secara umum memiliki kandungan protein 42%, lemak 12%, karbohidrat 2%, air 5% dan abu 12% (NRC, 1997). Sementara itu, menurut Sayuti (2003) Tubifex  sp memiliki kandungan protein 57%, lemak 13,3%, karbohidrat 2,04%, air 87,19 dan abu 3,6%.
            Pellet merupakan pakan buatan, yaitu pakan yang diramu dari beberapa macam bahan kemudian diolah menjadi bentuk khusus sebagaimana yang dikehendaki (Jangkaru, 1984). Pellet dapat digunakan baik sebagai pakan tambahan maupun pakan lengkap (Mudjiman, 2004). Pellet dengan nama dagang Takari merupakan salah satu jenis pellet yang biasa diberikan untuk ikan hias. Pellet Takari yang digunakan mengandung protein sebesar 30%, kelembaban 12%, abu 12%, lemak 3% dan serat 4%.
           



III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat.
Praktikum fisiologi hewan air ini dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 2012 pada pukul 08.00 WIB sampai 10.00 WIB di Laboratorium Biologi Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru.

3.2. Bahan dan Alat.
Bahan yang digunakan pada praktikum tersebut adalah 25 ekor spesies ikan Patin (Pangasius sutchi) dan beberapa jenis makanan ikan tubifek, daphnia, udang dan pellet). Sedangkan alat yang digunakan toples, gunting dan stopwacth.

3.3. Metode Praktikum.
Metode yang digunakan pada praktikum tersebut yaitu metode pengamatan langsung terhadap objek praktikum yang telah disediakan sehingga sanggup didapatkan data yang nyata dan seakurat mungkin melalui praktikum tersebut.

3.4. Prosedur Praktikum.
Ada 2  percobaan yang digunakan dalam praktikum ketiga ini, masing-masing prosedur percobaan tersebut adalah sebagai berikut.
Percobaan 1 :
·         Siapkan 2 buah aquarium untuk masing-masing kelompok
·         Masukkan ikan sample pada masing-masing aquarium
·         Aklimatisasi selama 10 menit
·         Amati pergerak sirip-sirip ikan pada saat
-          Ikan maju / mundur
-          Diam
-          Bergerak ke atas turun kedasar dan berbelok
·           Setelah 30 menit masukkan makanan ikan (tubifek, daphnia,udang dan pellet)
·           Amati kembali pergerakan sirip pada saat  ikan
-            Mengambil makanan yang di atas
-            Mengambil makanan yang di dasar
-            Mengambil makanan yang bergerak (ke atas/ke bawah)
Percobaan 2 :
·           Pada aquarium yang telah berisi 5 ekor ikan sample, masukkan makanan ikan
·           Diamkan selama 5 menit
·           Amati cara ikan memakan (menyaring, menghisap, memburu atau yang lainnya)
·           Setelah 30 menit ambil 2 ekor dan belah abdomennya
·           Amati jenis makanan yang dimakan pada bagian :
-            Lambung (karnivor)
-            Lambung palsu (Cyprinid)
-            Intestinum (herbivore)
·           Berapa banyak jumlah makanan ikan yang dimakan
·           Makanan sudah hancur atau belum? Seperti apa kondisi makanan tersebut?
·           Setelah 60 menit, ambil kembali 2 ekor sample, lalu bedah dan amati kembali.

                       IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil
Setelah melakukan serangkaian praktikum menurut prosedur yang telah ditentukan. Maka sebagai praktikan yang ikut di dalamnya, hasil dari praktikum yang telah kami lakukan tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Pengamatan Pergerakan Sirip-Sirip Ikan
Pergerakan
D
P
V
A
C
Atas
-           
ü   
ü   
ü   
ü   
Bawah
-           
ü   
ü   
-           
ü   
Depan
-           
ü   
-           
-           
ü   
Belakang
-           
-           
-           
-           
-           
Samping
-           
ü   
ü   
-           
-           
Diam
-           
ü   
-           
-           
ü   

Tabel 2. Makanan
Makanan
D
P
V
A
C
Udang
-           
-           
-           
-           
-           
Tubifex
-           
-           
-           
-           
-           
Dapnia
-           
ü   
ü   
-           
ü   
Pellet
-           
ü   
ü   
-           
-           

Makanan yang dimakan : -   Udang,
                             -   Pellet,
     -   Tubifek,
                 -   Daphnia
Tabel 3. Laju Menghancurkan Makanan Di Lambung.
Ikan
TL
SL
Bk. Mulut
Pjng.Sl,Makan
Daphnia
Tubifex
Pellet
Udang
Ket
15 1









1
65 mm
55 mm
5 mm
95 mm
-           
-           
-    
-        
Kosong
2
68 mm
56 mm
4 mm
65 mm
ü   
-           
-    
-        
Utuh
3
70 mm
58 mm
5 mm
80 mm
-           
-           
ü   
-        
Tidak Utuh
15 2









1
65 mm
58 mm
6 mm
98 mm
-           
-           
-    
-        
Kosong
2
55 mm
48 mm
5 mm
95 mm
ü   
-           
-    
-        
Tidak Utuh
3
68 mm
58 mm
5 mm
79 mm
-           
-           
-    
-        
Kosong
15 3









1
70 mm
56 mm
6 mm
99 mm
-           
-           
-    
-        
Kosong
2
65 mm
55 mm
5 mm
80 mm
ü   
-           
-    
-        
Tidak utuh
3
68 mm
55 mm
2 mm
45 mm
-           
-           
ü   
-        
Tidak utuh



4.1.2. Pembahasan.
            Ikan Patin termasuk ikan yang memburu mangsa ketika makan. Saluran percernaan ikan buas (carnivore) biasanya lebih pendek dari pada saluran pencernaan ikan vegetaris (herbivore), sebab bahan nabati lebih sukar dicerna denga adanya dinding selulosa. Pada ikan buas (carnivore), saluran percernaannya hanya sepanjang tubuhnya saja. Sedangkan pada ikan vegetaris (herbivore) dapat mencapai tiga panjang tubuhnya (Mujiman,1984).
            Ikan patin (Pangasius sp) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupaka ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Anonim 2006 diacu dalam Subagja 2009).
            Tubifek sp termasuk dalam filum Annelida, kelas Oligochaeta, dan ordo Haplotaxida. Tubifek sp sering dijuluki sebagai cacing rambut atau cacing sutra karena bentuknya yang menyerupai rambut (Bachtiar, 2005). Sayuti (2003) menambahkan bahwa sekilas Tubifek sp ini mirip benang kusut bewarna merah darah dan lingkungan asali Tubifek sp adalah dasar perairan yang mengandung bahan organik, lebih disukai lagi yang airnnya mengalir pelan dan jernih seprti sungai dan comberan.
            Daphnia adalah udang-udangan renik yang termasuk kedalam pilum Arthopoda, kelas Crustacea, subkelas Eutomastraca, Ordo Phylopoda, sub ordo Cladosera. Dalam keadaan suhu dan pH yang sama daphnia sudah menjadi dewasa dalam waktu 4 hari, dengan umur yang dapat di capai 12 hari.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
            Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa  cara makan Ikan Patin terhadap makanan dengan cara memburu bangsa dan makanan yang dimakan bisa dari daphnia ataupun pellet. Karena bukaan mulut ikan patin tergolong kecil yang mana rata-rata bukaan mulutnya 5 mm. Oleh sebab itu, kebanyakkan ikan Patin makan daphnia dari pada udang ataupun pellet.
            Sirip berperan sebagai alat pergerakan ketika ikan berada dalam perairan dan masing-masing sirip punya peranan tersendiri dan dalam melakukan aktifitasnya kesemua sirip itu saling berinteraksi.
            Kecepatan kemampuan lambung, lambung palsu atau intestinum ikan menghancurkan makanan sangat tergantung pada jenis makanan yang dimakan, jenis enzim yang terdapad dalam saluran pencernaan dan bentuk serta ukuran saluran percernaan yang dimiliki oleh setiap spesies ikan.
            Makanan yang ukurannya lebih kecil seperti jentik nyamuk, daphnia, tubifek lebih cepat hancurnya daripada  makanan yang ukurannya lebih besar sepeti pellet dan udang.

5.2. Saran.
Diharapkan pada praktikum selanjutnya kerja antar praktikan lebih di tingkatkan lagi. Agar praktikum berjalan dengan lancar dan cepat.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Aspek produksi, budidaya pembesaran ikan patin. http://ikanmania.wordpress.com /2008/01/22/aspek-produksi-budidaya-pembes aran-ikan-patin/. (dimuat pada tanggal 5 April 2009).
Bachtiar, Y. 2003. Menghasilkan Pakan Alami Untuk Ikan Hias. Agromedia Pustaka. Jakarta. 76 halaman.
Basri, J. 1997. Penambahan Vitamin E Pada Pakan Buatan dalam Usaha Meningkatkan Potensi Reproduksi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Thesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 48 hal.
Djajasewaka, H. 1990. Makanan Ikan. Yasaguna, Jakarta. 47 hal.
Ferinaldy. 2009. Produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama. http://ferinaldy.wordpress.com. [13 April 2009]
Jangkaru, Z. 1984. Makanan Ikan. Lembaga Penelitian Perikanan Darat. Direktorat Jenderal Perikanan. Bogor. 49 hal.
Mudjiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta. 190 halaman.
Sayuti. 2003.  Budidaya Koki Pengalaman dari Tulungagung. Agromedia Pustaka. Jakarta. 95 hal.
Subagja Y. 2009. Fortifikasi ikan patin (Pangasius sp) pada snack ekstrusi [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Yurisman dan Sukendi. 2004. Biologi dan Kultur Pakan Alami. UNRI Press. Pekanbaru. 140 hal.   

0 komentar:

Posting Komentar