Pergerakan sirip-sirip Ikan
I.
PENDAHULUAN
I.I.
Latar Belakang.
Ikan
adalah binatang yang bertulang belakang, yang berdarah dingin, hidup dalam
lingkungan air, gerakan dan keseimbangan badannya terutama menggunakan sirip
dan bernafas dengan insang. (Tim Iktiologi, 1989).
Menurut Djajasewaka
(1990) bahwa factor yang mempengaruhi jumlah makanan yang dimakan oleh ikan
antara lain ukuran ikan, kualitas air, suhu, frekuensi pemberian pakan, jumlah
makan yang diberikan pada hari sebelumnya dan aroma makanan. Selanjutnya Hepher
(1990) melaporkan bahwa factor yang mempengaruhi jumlah makanan yang dimakan
oleh ikan antara lain : spesies ikan, aktifitas fisiologis, feeding habits,
temperatur air, konsentrasi oksigen dan komposisi bahan makanan.
Cara ikan mengambil/mendapatkan makanan dari
alam lingkungan disekitarnya sangat bervariasi yaitu tergantung kepada
ukuran/umur ikan, spesies ikan dan sifat ikannya. Karena ada beberapa jenis
ikan dalam mendapatkan makanan berupaya memburu mangsa, mencari makanannya dan
ada juga dengan cara menghisap dan menyaring makanan. (Pulungan et al, 2007)
Gus dan Laudecia (Dalam Basri, 1997) menyatakan bahwa makanan berfungsi sebagai
sumber energy yang antara lain digunakan untuk memelihara tubuh, pergantian
jaringan tubuh yang rusak, pertumbuhan, aktifitas, dan kelebihan makanan
tersebut digunakan untuk reproduksi.
I.2.
Tujuan dan Manfaat.
Tujuan
dari praktikum ini adalah mengamati pergerakan sirip-sirip ikan, serta untuk
mempelajari cara beberapa jenis ikan mengambil makanan dan kecepatan kemampuan
saluran pencernaan menghancurkan jenis makanan yang dimakan.
Sedangkan manfaat dari praktikum ini
adalah dapat mengetahui aktivitas pergerakan dari masing-masing sirip pada saat
kondisi ikan uji melakukan arah pergerakan yang berbeda-beda, dapat mengetahui
cara ikan mengambil makanannya, serta mengetahui kecepatan kemampuan saluran
pencernaan menghancurkan jenis makanan yang dimakannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius sutchi)
Klasifikasi ikan patin (Pangasius
sutchi) menurut Saanin (1984) diacu dalam Subagja (2009) adalah sebagai
berikut: Ordo Ostariophyri, Subordo Siluroide,
Famili Pangasidae, Genus Pangasius dan Spesies Pangasius sutchi.
Ikan patin (Pangasius sp)
merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan
punggung berwarna kebiru biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut
terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupaka ciri khas golongan catfish).
Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai
peraba (Anonim 2006 diacu dalam Subagja 2009). Morfologi ikan patin (Pangasius
sp) mempunyai badan memanjang dan pipih, posisi mulut sub terminal dengan 4
buah sungut. Sirip punggung berduri dan bersirip tambahan serta terdapat sirip
lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor. Bentuk sirip tersebut
agak bercagak dengan bagian tepi berwarna putih dan garis hitam di tengah. Ikan
ini mempunyai panjang maksimum 150 cm (Subagja 2009).
Ikan patin sangat toleransi terhadap
derajat keasaman (pH) air. Artinya, ikan ini dapat bertahan hidup pada kisaran
pH air yang lebar, dari perairan yang agak asam (pH 5) sampai perairan yang
basa (pH 9) (Subagja 2009). Kandungan oksigen terlarut yang dibutuhkan bagi
kehidupan ikan patin adalah berkisar antara 3-6 ppm, sementara karbondioksida
yang bias ditolerir berkisar antara 9-20 ppm, dengan alkalinitas antara 80-250
(Subagja 2009).Suhu air media pemeliharaan yang optimal berada dalam kisaran
28-30°C (Khairuman dan Suhenda 2002 diacu dalam Subagja 2009).
Ikan patin merupakan salah satu
jenis ikan air tawar yang cukup dikenal di Indonesia, serta memiliki nilai
ekonomis yang tinggi. Ikan patin banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam
pembuatan pempek, nugget, dan produk olahan perikanan lainnya. Rasa
dagingnya lezat dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat. Daging ikan
patin memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya
khas, enak, lezat, dan gurih. Ikan patin dinilai lebih aman untuk kesehatan
karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging ternak Protein
daging ikan patin cukup tinggi yaitu 16,58%. Daging ikan patin tebal dan tidak
banyak duri, dari berat ikan rendemennya dapat mencapai sekitar 40-50%. (Anonim
2009). Data produksi ikan patin pada tahun 2005 sebesar 32.575 ton, pada tahun
2006 sebesar 31.490 ton, pada tahun 2007 sebesar 36.260 ton, dan pada tahun
2008 sebesar 51.000 ton. (Kompas 13 April 2008 diacu dalam Ferinaldy 2009).
Saluran
percernaan ikan buas (carnivore) biasanya lebih pendek dari pada saluran
pencernaan ikan vegetaris (herbivore), sebab bahan nabati lebih sukar dicerna
denga adanya dinding selulosa. Pada ikan buas (carnivore), saluran
percernaannya hanya sepanjang tubuhnya saja. Sedangkan pada ikan vegetaris
(herbivore) dapat mencapai tiga panjang tubuhnya (Mujiman,1984).
Tubifex sp pada umumnya berukuran 1-2,4
cm (Khairuman dan Amri, 2002). Menurut Bachtiar (2005) Tubifex sp memiliki panjang tubuh 10-30 mm. tubifex sp secara umum memiliki kandungan protein 42%, lemak 12%,
karbohidrat 2%, air 5% dan abu 12% (NRC, 1997). Sementara itu, menurut Sayuti
(2003) Tubifex sp memiliki kandungan protein 57%, lemak
13,3%, karbohidrat 2,04%, air 87,19 dan abu 3,6%.
Pellet
merupakan pakan buatan, yaitu pakan yang diramu dari beberapa macam bahan
kemudian diolah menjadi bentuk khusus sebagaimana yang dikehendaki (Jangkaru,
1984). Pellet dapat digunakan baik sebagai pakan tambahan maupun pakan lengkap
(Mudjiman, 2004). Pellet dengan nama dagang Takari merupakan salah satu jenis
pellet yang biasa diberikan untuk ikan hias. Pellet Takari yang digunakan
mengandung protein sebesar 30%, kelembaban 12%, abu 12%, lemak 3% dan serat 4%.
III.
BAHAN DAN METODE
3.1.
Waktu dan Tempat.
Praktikum fisiologi
hewan air ini dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 2012 pada pukul 08.00 WIB sampai 10.00
WIB di Laboratorium Biologi Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau Pekanbaru.
3.2.
Bahan dan Alat.
Bahan yang digunakan
pada praktikum tersebut adalah 25 ekor spesies ikan Patin (Pangasius sutchi) dan beberapa jenis makanan ikan tubifek, daphnia,
udang dan pellet). Sedangkan alat yang digunakan toples, gunting dan stopwacth.
3.3.
Metode Praktikum.
Metode yang digunakan
pada praktikum tersebut yaitu metode pengamatan langsung terhadap objek
praktikum yang telah disediakan sehingga sanggup didapatkan data yang nyata dan
seakurat mungkin melalui praktikum tersebut.
3.4.
Prosedur Praktikum.
Ada 2 percobaan yang digunakan dalam praktikum
ketiga ini, masing-masing prosedur percobaan tersebut adalah sebagai berikut.
Percobaan
1 :
·
Siapkan 2
buah aquarium untuk masing-masing kelompok
·
Masukkan
ikan sample pada masing-masing aquarium
·
Aklimatisasi
selama 10 menit
·
Amati
pergerak sirip-sirip ikan pada saat
-
Ikan maju
/ mundur
-
Diam
-
Bergerak
ke atas turun kedasar dan berbelok
·
Setelah 30
menit masukkan makanan ikan (tubifek, daphnia,udang dan pellet)
·
Amati
kembali pergerakan sirip pada saat ikan
-
Mengambil
makanan yang di atas
-
Mengambil
makanan yang di dasar
-
Mengambil
makanan yang bergerak (ke atas/ke bawah)
Percobaan
2 :
·
Pada
aquarium yang telah berisi 5 ekor ikan sample, masukkan makanan ikan
·
Diamkan
selama 5 menit
·
Amati cara
ikan memakan (menyaring, menghisap, memburu atau yang lainnya)
·
Setelah 30
menit ambil 2 ekor dan belah abdomennya
·
Amati
jenis makanan yang dimakan pada bagian :
-
Lambung
(karnivor)
-
Lambung
palsu (Cyprinid)
-
Intestinum
(herbivore)
·
Berapa
banyak jumlah makanan ikan yang dimakan
·
Makanan
sudah hancur atau belum? Seperti apa kondisi makanan tersebut?
·
Setelah 60
menit, ambil kembali 2 ekor sample, lalu bedah dan amati kembali.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Setelah melakukan
serangkaian praktikum menurut prosedur yang telah ditentukan. Maka sebagai
praktikan yang ikut di dalamnya, hasil dari praktikum yang telah kami lakukan
tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel
1. Pengamatan Pergerakan Sirip-Sirip Ikan
Pergerakan
|
D
|
P
|
V
|
A
|
C
|
Atas
|
-
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
Bawah
|
-
|
ü
|
ü
|
-
|
ü
|
Depan
|
-
|
ü
|
-
|
-
|
ü
|
Belakang
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Samping
|
-
|
ü
|
ü
|
-
|
-
|
Diam
|
-
|
ü
|
-
|
-
|
ü
|
Tabel 2. Makanan
Makanan
|
D
|
P
|
V
|
A
|
C
|
Udang
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Tubifex
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Dapnia
|
-
|
ü
|
ü
|
-
|
ü
|
Pellet
|
-
|
ü
|
ü
|
-
|
-
|
Makanan yang
dimakan : - Udang,
- Pellet,
- Tubifek,
- Daphnia
Tabel 3. Laju
Menghancurkan Makanan Di Lambung.
Ikan
|
TL
|
SL
|
Bk.
Mulut
|
Pjng.Sl,Makan
|
Daphnia
|
Tubifex
|
Pellet
|
Udang
|
Ket
|
15
1
|
|||||||||
1
|
65
mm
|
55
mm
|
5
mm
|
95
mm
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Kosong
|
2
|
68
mm
|
56
mm
|
4
mm
|
65
mm
|
ü
|
-
|
-
|
-
|
Utuh
|
3
|
70
mm
|
58
mm
|
5
mm
|
80
mm
|
-
|
-
|
ü
|
-
|
Tidak
Utuh
|
15
2
|
|||||||||
1
|
65
mm
|
58
mm
|
6
mm
|
98
mm
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Kosong
|
2
|
55
mm
|
48
mm
|
5
mm
|
95
mm
|
ü
|
-
|
-
|
-
|
Tidak
Utuh
|
3
|
68
mm
|
58
mm
|
5
mm
|
79
mm
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Kosong
|
15
3
|
|||||||||
1
|
70
mm
|
56
mm
|
6
mm
|
99
mm
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Kosong
|
2
|
65
mm
|
55
mm
|
5
mm
|
80
mm
|
ü
|
-
|
-
|
-
|
Tidak
utuh
|
3
|
68
mm
|
55
mm
|
2
mm
|
45
mm
|
-
|
-
|
ü
|
-
|
Tidak
utuh
|
4.1.2.
Pembahasan.
Ikan Patin
termasuk ikan yang memburu mangsa ketika makan. Saluran percernaan ikan buas
(carnivore) biasanya lebih pendek dari pada saluran pencernaan ikan vegetaris
(herbivore), sebab bahan nabati lebih sukar dicerna denga adanya dinding
selulosa. Pada ikan buas (carnivore), saluran percernaannya hanya sepanjang
tubuhnya saja. Sedangkan pada ikan vegetaris (herbivore) dapat mencapai tiga
panjang tubuhnya (Mujiman,1984).
Ikan patin (Pangasius sp) merupakan
jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan
punggung berwarna kebiru biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut
terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupaka ciri khas golongan catfish).
Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai
peraba (Anonim 2006 diacu dalam Subagja 2009).
Tubifek sp termasuk dalam filum
Annelida, kelas Oligochaeta, dan ordo Haplotaxida. Tubifek sp sering dijuluki sebagai cacing rambut atau cacing sutra karena
bentuknya yang menyerupai rambut (Bachtiar, 2005). Sayuti (2003) menambahkan
bahwa sekilas Tubifek sp ini mirip
benang kusut bewarna merah darah dan lingkungan asali Tubifek sp adalah dasar perairan yang mengandung bahan organik,
lebih disukai lagi yang airnnya mengalir pelan dan jernih seprti sungai dan
comberan.
Daphnia
adalah udang-udangan renik yang termasuk kedalam pilum Arthopoda, kelas
Crustacea, subkelas Eutomastraca, Ordo Phylopoda, sub ordo Cladosera. Dalam
keadaan suhu dan pH yang sama daphnia sudah menjadi dewasa dalam waktu 4 hari,
dengan umur yang dapat di capai 12 hari.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Dari
hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa cara makan Ikan Patin terhadap makanan dengan
cara memburu bangsa dan makanan yang dimakan bisa dari daphnia ataupun pellet.
Karena bukaan mulut ikan patin tergolong kecil yang mana rata-rata bukaan
mulutnya 5 mm. Oleh sebab itu, kebanyakkan ikan Patin makan daphnia dari pada
udang ataupun pellet.
Sirip
berperan sebagai alat pergerakan ketika ikan berada dalam perairan dan
masing-masing sirip punya peranan tersendiri dan dalam melakukan aktifitasnya
kesemua sirip itu saling berinteraksi.
Kecepatan
kemampuan lambung, lambung palsu atau intestinum ikan menghancurkan makanan sangat
tergantung pada jenis makanan yang dimakan, jenis enzim yang terdapad dalam
saluran pencernaan dan bentuk serta ukuran saluran percernaan yang dimiliki
oleh setiap spesies ikan.
Makanan
yang ukurannya lebih kecil seperti jentik nyamuk, daphnia, tubifek lebih cepat
hancurnya daripada makanan yang
ukurannya lebih besar sepeti pellet dan udang.
5.2.
Saran.
Diharapkan
pada praktikum selanjutnya kerja antar praktikan lebih di tingkatkan lagi. Agar
praktikum berjalan dengan lancar dan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2008. Aspek produksi, budidaya pembesaran ikan patin. http://ikanmania.wordpress.com
/2008/01/22/aspek-produksi-budidaya-pembes aran-ikan-patin/. (dimuat pada
tanggal 5 April 2009).
Bachtiar, Y. 2003. Menghasilkan Pakan Alami Untuk
Ikan Hias. Agromedia Pustaka. Jakarta. 76 halaman.
Basri, J. 1997. Penambahan Vitamin E Pada Pakan
Buatan dalam Usaha Meningkatkan Potensi Reproduksi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Thesis Program
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 48 hal.
Djajasewaka, H. 1990. Makanan Ikan. Yasaguna,
Jakarta. 47 hal.
Ferinaldy. 2009. Produksi perikanan
budidaya menurut komoditas utama. http://ferinaldy.wordpress.com. [13 April 2009]
Jangkaru, Z. 1984. Makanan Ikan. Lembaga Penelitian
Perikanan Darat. Direktorat Jenderal Perikanan. Bogor. 49 hal.
Mudjiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya,
Jakarta. 190 halaman.
Sayuti. 2003.
Budidaya Koki Pengalaman dari Tulungagung. Agromedia Pustaka. Jakarta.
95 hal.
Subagja Y.
2009. Fortifikasi ikan patin (Pangasius sp) pada snack ekstrusi
[skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Yurisman dan Sukendi. 2004. Biologi dan Kultur Pakan
Alami. UNRI Press. Pekanbaru. 140 hal.
0 komentar:
Posting Komentar